Thursday, June 10, 2010

RESENSI BUKU>>

LEBIH DARI SEKADAR MEMOTRET


Judul : Ritual Fotografi
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tahun terbit : 2008
Harga : Rp 69.800

Di era modern ini, peralatan fotografi semakin canggih saja seiring dengan perkembangan teknologi digital. Tapi nyatanya, kecanggihan tersebut membuat dunia fotografi di Indonesia seperti jalan di tempat. Fotografer pun nampaknya larut dalam kemudahan-kemudahan yang ditawarkan peralatan fotografi digital. Kondisi inilah yang membuat Ray Bachtiar Dradjat atau yang akrab disapa Kang Ray menulis buku ini.

Ketika menjelajahi buku ini, kita akan menikmati dua hal besar: sejarah fotografi dan eksperimen batin Kang Ray di bidang fotografi. Saya sebut menikmati bukan sekadar membaca karena memang penggemar fotografi akan benar-benar dimanjakan dengan tulisan-tulisan Kang Ray yang menggugah pikiran dan perasaan.

Sejarah fotografi dibahas dengan bahasa khas Kang Ray—bahasa yang dikemas sedemikian rupa hingga mudah dipahami dan dimaknai. Pembahasan sejarah sengaja dimunculkan agar fotografer bisa mengenal fotografi lebih dari sekadar memotret. Tapi jangan khawatir, sejarah fotografi dalam buku ini dilengkapi gambar-gambar dan tentunya foto-foto karya fotografer dunia seperti Jacques Mande Daguerre yang akan membuat kita terus membuka halaman demi halaman.

Setelah puas dengan sejarah, kita bisa merasakan energi luar biasa dari karya-karya gila sekaligus fantastis seorang Ray Bachtiar Dradjat yang disajikan dalam buku ini. Bukan karena kecanggihan alat, tapi justru karena keterbatasan yang dibalut ritual fotografi maka energi itu bisa kita rasakan. Keterbatasan alat adalah kata kunci yang disebut Kang Ray bisa memanjakan idealisme tanpa mengistirahatkan imajinasi. Dari keterbatasan itulah, justru akan lahir kreativitas tanpa batas.

Keterbatasan alat yang dimaksud bisa dilihat dari penggunaan kamera lubang jarum, scanner, mesin fotokopi, dan kamera handphone. Dari alat-alat tersebut lahirlah karya-karya Ray Bachtiar yang spektakuler. Tapi dalam buku ini, Kang Ray tidak menekankan kecanggihan atau keterbatasan alat sebagai pencetus karya-karya fotografi yang kreatif dan inovatif. Kang Ray justru mengungkapkan bahwa alat tetaplah alat. Hasil akhir dari sebuah karya fotografi tetap berada pada seniman atau fotografernya.

Ide dari penulisan buku ini sebetulnya mirip dengan buku Cuma Buat yang Ingin Jago Foto karangan Atok Sugiarto. Bedanya, Atok Sugiarto menyajikan tips dan teknik manjur untuk menghasilkan foto yang baik tanpa peralatan canggih. Sementara Kang Ray membahas hal yang lebih dalam dari sekadar tips fotografi. Kang Ray fokus pada ritual fotografi atau penghayatan proses fotografi yang akan membuahkan karya kreatif dan inovatif.

Sulit rasanya untuk menemukan kekurangan dalam buku ini karena selain membaca, kita pun benar-benar terpuaskan dengan karya-karya seni yang ada di dalamnya. Selamat membaca dan selamat membuat lukisan cahaya dengan atau tanpa kamera!



[Teks dan Foto oleh Rikma Yulistiani]

1 comments:

CSB said...

sy ga nyesel beli majalah (ato buku) ini seharga 5ribu rupiah di pasar loak. karena isinya bnr2 luar biasa. bagi yang blm punya, selamat berburu ke cikapundung!

Post a Comment